[Ruang Kritis, Kreatif, & Konstruktif]
PERAN PERPUSTAKAAN BERBASIS BUDAYA LITERASI DALAM PEMBANGUN PONDASI BANGSA
Dalam pola pengembangan kehidupan sosial bermasyarakat, mayoritas anak usia dini hingga remaja digadang-gadang merupakan pemegang tongkat estafet perkembangan negara agar lebih baik kedepannya. Semua itu tidak luput dari kebiasaan sehari-hari dalam bersikap hingga bertingkah laku. Mengapa demikian? Hal tersebut dikarenakan tingkah laku hingga kebiasaan seseorang merupakan suatu cerminan pribadi masing-masing individu. Jika masyarakat melakukan kebiasaan baik, maka kepribadian yang dimiliki pun akan baik. Namun sebaliknya, apabila tingkah laku masyarkatnya buruk, maka akan mencerminkan kepribadian yang buruk pula. Apabila kondisi masyarakatnya buruk, lantas akan jadi seperti apa nasib dari bangsa Indonesia kedepannya? Apakah cita-cita yang tertuang secara resmi didalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila akan terwujudkan?
Semua kebiasaan dari masyarakat dalam melaksanakan kehidupan sosial tidak terlepas dari budaya lokal atau yang lebih sering disebut sebagai tradisi. Budaya tersebut memiliki corak keragaman yang berbeda-beda sesuai dengan tradisi didalam lingkungan yang bersangkutan.
Budaya berasal dari kata buddhi dengan arti akal. Budaya mampu terbentuk karena adanya kebiasaan yang menyangkut kecerdasan atau akal dan fasilitas alam sebagai sumber kehidupan. Budaya yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan adat istiadat secara turun temurun. Semua itu tidak lepas dari ilmu pengetahuan, sebagai contoh proses berfikir yang dipengaruhi oleh agama atau kepercayan, politik, bahasa, pakaian, bangunan, dan seni. Budaya tersebut merupakan cinta dan rasa yang dimiliki oleh manusia.
Dari definisi pengertian budaya itulah maka akan mengembangkan suatu literasi. Melalui budaya literasi, masyarakat yang awalnya tidak tahu apa-apa mengenai ilmu pengetahuan akan menjadi lebih tahu dan paham terkait informasi yang jauh lebih luas. Jika budaya literasi mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka akan membuka wawasan disegala macam bidang. Oleh karena itu, perwujudan budaya literasi sangat diperlukan untuk bangsa ini menjadi lebih baik lagi.
Literasi merupakan keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca sebagai proses dalam melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis, hingga pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan suatu karya baru. Sedangkan jika ditilik dari bahasa Inggris disebut sebagai literature yang memiliki arti kesusteraan. Jika pengertian tersebut digabungkan, maka definisi budaya literasi memberikan suatu pengertian mengenai kualitas dan kemampuan melek huruf atau aksara yang didalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Tidak hanya itu, makna dari literasi sendiri juga mencakup melek visual yang artinya memiliki kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual. Visual merupakan media yang mencakup adegan, video dan juga gambar. Pengertian tersebut didukung oleh Education Development Center (EDC). EDC menyakatan bahwa kemampuan individu akan lebih baik jika mampu menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya.
Menurut UNESCO, budaya literatur merupakan pembangunan jiwa seseorang mengenai makna litersi yang dipengaruhi oleh penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai budaya dan juga pemahaman. Pemahaman yang diciptakan dari literasi berupa seperangkat keterampilan nyata, khususnya keterampilan kognitif membaca dan juga menulis. Semua itu tidak terlepas dari konteks dimana diperoleh keterampilannya serta siapa yang memberikan konteks tersebut.
Jadi, penggabungan budaya literasi melalui cara pandang masyarakat harus mengutamakan suatu sikap dalam banyak menulis dan membaca sebagai terobosan baru dalam kebiasan sehari-hari. Pihak dari UNESCO memiliki sebuah uraian mengenai kemampuan literasi yang pada hakikatnya merupakan hak setiap individu untuk menjadi hak dasar dalam kegiatan belajar sepanjang hayat. Kemampuan literasi dapat memberdayakan serta meningkatkan kualitas individu, keluarga dan masyarakat. Hal tersebut didasari dengan sifatnya yang “Multiple Effect” dengan arti akibat untuk ranah yang luas. Kemampuan literasi mampu membantu memberantas kemiskinan, mengurangi angka pertumbuhan penduduk, menumbuhkan sebuah jaminan dalam pembangunan berkelanjutan demi terwujudnya suatu perdamaian. Jika budaya literasi dibangun didalam diri masing-masing individu, maka akan membuat angka masyarakat buta huruf menjadi musnah. Melalui budaya membaca dan menulis itulah maka akan membuka suatu konsep dan tatanan baru dalam meningkatkan ide serta kreativitas masyarakat. Ide dan kreativitas itulah yang akan menciptakan sebuah gagasan baru untuk kemajuan kualitas bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Dari sekian banyak dampak positif yang dihasilkan dari budaya literasi, namun nampaknya semua itu belum tertanam sepenuhnya didalam kehidupan masyrakat sesungguhnya. Mayoritas, masih memiliki sifat malas atau enggan untuk membaca buku. Padahal buku memiliki julukan sebuah jembatan ilmu. Jangankan untuk membaca, untuk membuka saja terkadang sebagaian masyarakat masih enggan. Padahal dari pengertian para ahli, buku walaupun kecil bentuknya, namun memiliki manfaat yang luar biasa, tidak hanya untuk diri sendiri namun juga untuk semua kalangan masyarakat. Lemahnya sarana dan prasarana dalam bidang pendidikan, nampaknya menjadi faktor utama yang menyebabkan peserta didik menjadi malas untuk membaca dan menulis. Hal tersebut dikarenakan persediaan buku sudah usam, sehingga kurang menarik perhatian, sedangkan kegiatan membaca membutuhkan adanya buku yang cukup dan bermutu serta eksistensi perpustakaan dalam menunjang proses pembelajaran. Faktor lain yang juga memengaruhi minat baca adalah adanya kurikulum yang tidak tertulis secara tegas dalam mencantumkan kegiatan membaca dalam suatu bahan kajian.
Tidak hanya dalam bidang pendidikan saja, budaya literatur yang mulai tehambat, nampaknya ada dalam bidang sosial budaya. Rendahnya dukungan dari keluarga dan lingkungan juga memengaruhi. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung, seperti banyak kalangan orang dewasa enggan memberikan suatu pengajaran mengenai pentingnya membaca dalam masyarakat, tidak membiasakan kalangan anak kecil lebih gemar membaca memahami konsep budaya literatur sebenarnya. Sikap dari orang tua nampaknya juga menjadi faktor utama dalam membangun karakteristik budaya literature. Orang tua yang digadang-gadang sebagai panutan atau contoh justru tidak memberikan pedoman yang baik mengenai membaca.
New solutions
Melihat pandangan masyarakat yang kurang mengenai budaya literature. Penulis memiliki sebuah gagasan baru untuk menjadikan masyarakat memiliki dan menumbuhkan minat baca seseorang kembali ada. Hal tersebut dapat diperoleh dengan menjadikan lingkungan tempat tinggal berkarakteristik sosial budaya literasi. Dalam perwujudan lingkungan berkarakteristik demikian, penulis memiliki sebuah gagasan dengan syarat kota sebagai berikut:
1. Diadakannya sebuah perpustakaan disetiap sudut desa atau kota.
a. Disana akan dibangun sebuah perpustakaan disetiap lokasi yang sering dan umum dikunjungi oleh masyarakat. Namun setiap perpustakaan memiliki jenis buku yang berbeda sesuai dengan umur setiap kalangan.
b. Jadi, misalnya perpustakaan A dibangun didekat taman bermain tempat berkumpulnya anak-anak kecil. Perpustakaan tersebut dipenuhi dengan buku berwarna menarik, dan buku untuk menulis. Sehingga perpustakaan unik untuk dikunjungi. Desain dari bangunannya akan memberikan suasana cerah seperti memberinya warna biru campuran merah muda dan lain sebagainya. Cara awal mengajak masyarakat usia dini mau untuk membaca adalah menciptakan lokasi strategis dan nyaman.
c. Selain itu, untuk perpustakaan B, bagi remaja dan usia produkif adalah menciptakan perpustakaan yang dipenuhi buku sesuai usia mereka seperti penciptaaan sebuah kerajinan tangan, menciptakan sebuah alat melalui karya ilmiah. Hal tersebut bertujuan agar inovasi dan kreativitas mereka menjadi terasah. Tidak hanya itu, perpustakaan ini juga dilengkapi dengan ruangan yang difokuskan untuk mengerjakan tugas dari sekolah ataupun universitas. Sehingga, ketika mereka akan menjalankan kewajibannya sebagai peserta didik, maka perpustakaan pun akan membantu mereka melalui lengkapnya buku yang sudah disediakan. Hal tersebut akan membuat minat baca kembali tumbuh. Perpustakaan bagi kalangan anak remaja bisa dibangun di tempat yang rindang, seperti taman kota. Hal tersebut dikarenakan anak muda banyaka yang menyukai suasana keasrian dan tenang.
d. Bagi kalangan orang dewasa, maka perpustakaan C akan memberikan persediaan buku mengenai bagaimana sikap orang tua mendidik anak agar rajin membaca, bagaimana posisi orang tua dalam menjalankan kewajibannya sebagai contoh bagi kalangan anak muda, langkah awal dalam membuka usaha dan lain sebaginya. Perpustakaan yang dispesifikan untuk orang dewasa dibangun di tempat pusat pedesaan atau perkotaan.
2. Selain diciptakannya sebuah perustakaan dengan tampilan yang menarik disetiap sudut kota. Maka perpustakaan itupun akan mengadakan sebuah proker perpustakan keliling atau perpustakaan bergerak yang mengelilingi kota. Perpustakaan bergerak ini akan menyediakan berbagai macam jenis buku dari setiap kalangan. Jadi, bagi warga yang tidak bisa berkunjung ke perpustakaan pusat. Namun masih mampu membaca dengan memanfatkan perpustakan keliling tersebut.
3. Diadakannya sebuah pertunjukan
Setiap satu atau dua minggu sekali. Tiap perpustakaan diwajibkan untuk membuat suatu pertunjukan sesuai dengan apa yang telah mereka pelajari dan baca.
Misalnya untuk anak usia dini, mereka diwajibkan untuk menampilkan satu pertujukan entah drama dari negeri dongeng seperti Cinderella. Hal tersebut bertujuan untuk memupuk keberanian mereka.
Bagi usia remaja, maka diwajibkan untuk mempraktekan sesuai apa yang telah mereka baca. Misalnya penciptaan sebuah inovasi baru mengenai pembuatan karya tulis ilmiah dalam penciptakaan suatu produk baru dan seni kerajinan lainnya. Untuk komunitas orang dewasa, boleh memberikan pertunjukan sesuai dengan usianya, seperti mempraktekan langkah awal membuka usaha memasak bagi kalangan ibu-ibu. Pada pertunjukan itu, semua warga boleh mencicipi makanan yang sudah dibuat.
4. Diadakannya sebuah buku 3 dimensi
Buku dengan karakteristik 2 dimensi cenderung banyak yang bosan, oleh karena itu perpustakaan ini pun akan menciptakan sebuah buku 3 dimensi untuk semua kalangan sebagai usaha menarik minat baca. Walaupun buku yang diciptakan menggunakan model 3 dimensi, namun tetap memuat pembahasan didalam bukunya, sehingga mampu disajikan menjadi lebih nyata dan menarik. Oleh karena itu masyarakat akan semakin berminat untuk mengembangkan seni literasi.
Epilog
Dengan adanya penciptaan kondisi lingkungan sosial budaya yang strategis seperti ini, maka akan membuat masyarakat lebih berminat berkunjung ke perpustakaan untuk membaca dan menggali inovasi mereka.
Emilia Rosa
Anggota UKM Penalaran dan Kreativitas
#Penalaran
#Kreativitas
#RuangK3
#Literasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar