Kamis, 06 April 2017

HARI NELAYAN NASIONAL


[Ruang Kajian]


NELAYAN INDONESIA : KINI dan NANTI



Di Indonesia nelayan merupakan salah satu mata pencaharian yang mempunyai kontribusi besar kaitannya dalam mata rantai rangkaian ekonomi masyarakat banyak. Sebagai penghargaan atas jasa nelayan, Pemerintah menetapkan tanggal 6 April sebagai Hari Nelayan Nasional.

Melihat Indonesia merupakan negara dengan kepulauan terbesar di dunia, tidak dipungkiri bahwa Indonesia juga begitu kaya akan potensi lautnya. Jumlah nelayan di Indonesia sangat banyak dan menjadi mata pencaharian yang sudah tidak asing lagi. 

Negara Indonesia terdaftar sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, yaitu mencapai 54.716 km. Hal inilah yang kemudian dicatat sejarah bahwa Indonesia menjadi negara dengan akar maritim yang kuat. 

Tetapi, kesejahteraan nelayan masih terus dipertanyakan. Garis kemiskinan nelayan belum sepenuhnya terangkat di Indonesia. Bahkan jika kita menilik data aktual dari Kementeriaan Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan bahwa telah terjadi pertumbuhan negatif jumlah nelayan tangkap pada periode 2004-2008, sehingga kini hanya menyisakan kurang dari 2,8 juta saja. Bila dikalkulasi lebih jauh berdasarkan data pada rentang waktu tersebut maka akan didapat hasil statistik bahwa rata-rata setiap tahun Indonesia kehilangan 31.000 nelayan atau rata-rata 116 nelayan setiap hari.

Kebijakan pemerintah mengenai kelautan dan perikanan banyak menuai pro dan kontra. Pada 3 November 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Permen Nomor 56/Permen-KP/2014 tentang Penghentian Sementara Perizinan Usaha Perikanan Tangkap yang kemudian disusul dengan dikeluarkannya Permen Nomor 56/Permen-KP/2014 tentang Alih Muatan. Permen tersebut menurut Ketua Asosiasi Perikanan Nasional Sulawesi Utara, Rudi Waluko sangat merugikan para nelayan lokal,  karena kebijakan tersebut terkait dengan larangan alih muatan (transshipment) di tengah laut dari kapal tangkap ke kapal muatan. Dampak lain dari diterapkannya kebijakan tersebut adalah meningkatnya angka pengangguran nelayan karena banyak pengusaha nasional yang memilih untuk melakukan PHK terhadap para pekerjanya, dalam hal ini adalah nelayan. Selain itu, tidak sedikit nelayan yang bekerja pada kapal-kapal asing, dengan diterapkannya kebijakan moratorium, tidak sedikit pula kapal-kapal asing yang tidak beroperasi dan terpaksa membuat nelayan yang bekerja di sana, walaupun hanya sementara harus berhenti. Demikian halnya dengan kebijakan larangan alih muatan (transshipment) yang terpaksa membuat nelayan tidak mengoperasikan kapalnya.

Kemudian disusul Permen Nomor 02/Permen-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik. Peraturan Menteri ini menimbulkan kapal alat tangkap cantrang tidak boleh beroperasi, hal ini menyebabkan akan menimbulkan pengangguran bagi anak buah kapal. Sebagai contoh, jika setiap satu kapal cantrang terdiri dari 15 anak buah kapal, dan jumlah kapal cantrang di Kabupaten Pati adalah lebih dari 200 buah, kalau kapal ini dilarang untuk melaut itu artinya ada 3000 orang yang kehilangan pekerjaan. Alhasil, mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Alih-alih soal perlindungan ekosistem laut, malahan mengurangi hasil dari penangkapan nelayan, bahkan membuat nelayan menganggur.

Selanjutnya, PP Nomor 75 tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara bukan Pajak. Peraturan ini menyangkut pengurusan perpanjangan izin SIUP(Surat Izin Usaha Perdagangan), SIPI(Surat Izin Penangkapan Ikan) dan SIKPI(Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan) kapal perikanan di atas 30 GT (Gross Tonage / Tonase Kotor) atau boleh dikatakan daya tampung/volume dari sebuah kapal. Dikeluarkannya kebijakan tersebut sangat menyulitkan pengusaha kapal sehingga mengakibatkan ribuan kapal tidak melaut dan berdampak pada terancamnya hampir dua juta nelayan menjadi penganggur. Kebijakan tersebut juga berisikan larangan kapal yang berukuran di atas 30 GT untuk menggunakan solar bersubsidi. Padahal ketika cuaca buruk, hanya kapal di atas 30 GT yang dapat melaut dan banyak nelayan yang menggunakan solar bersubsudi. Kalau hal tersebut dilarang, maka banyak nelayan yang harus mengeluarkan biaya operasi kapal yang besar. Alih-alih perbaikan dan penetiban birokrasi, sekali lagi malah mempersulit gerak nelayan, merugikan nelayan, dan membuat nelayan menganggur.

Dari sini dapat dilihat bahwa terkandung semangat untuk mengembalikan Indonesia sebagai Negara Maritim yang berjaya, akan tetapi melupakan unsur terpenting dalam menentukan kebijakan, yaitu rakyatnya. Oleh karenanya, dibutuhkan dialog antara pemerintah dan rakyatnya agar menghasilkan sebuah kebijakan yang sama rata, sama rasa dan berkeadilan. Karena pada dasarnya yang tertulis jelas dalam konstitusi kita, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selamat Hari Nelayan Nasional!


#Penalaran
#Kreativitas
#RuangK3
#Nelayan

Rabu, 05 April 2017

PERAN PERPUSTAKAAN BERBASIS BUDAYA LITERASI DALAM PEMBANGUN PONDASI BANGSA


[Ruang Kritis, Kreatif, & Konstruktif]

PERAN PERPUSTAKAAN BERBASIS BUDAYA LITERASI DALAM PEMBANGUN PONDASI BANGSA

Prolog
Dalam pola pengembangan kehidupan sosial bermasyarakat, mayoritas anak usia dini hingga remaja digadang-gadang merupakan pemegang tongkat estafet perkembangan negara agar lebih baik kedepannya. Semua itu tidak luput dari kebiasaan sehari-hari dalam bersikap hingga bertingkah laku. Mengapa demikian? Hal tersebut dikarenakan tingkah laku hingga kebiasaan seseorang merupakan suatu cerminan pribadi masing-masing individu. Jika masyarakat melakukan kebiasaan baik, maka kepribadian yang dimiliki pun akan baik. Namun sebaliknya, apabila tingkah laku masyarkatnya buruk, maka akan mencerminkan kepribadian yang buruk pula. Apabila kondisi masyarakatnya buruk, lantas akan jadi seperti apa nasib dari bangsa Indonesia kedepannya? Apakah cita-cita yang tertuang secara resmi didalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila akan terwujudkan?

Semua kebiasaan dari masyarakat dalam melaksanakan kehidupan sosial tidak terlepas dari budaya lokal atau yang lebih sering disebut sebagai tradisi. Budaya tersebut memiliki corak keragaman yang berbeda-beda sesuai dengan tradisi didalam lingkungan yang bersangkutan.

Budaya berasal dari kata buddhi dengan arti akal. Budaya mampu terbentuk karena adanya kebiasaan yang menyangkut kecerdasan atau akal dan fasilitas alam sebagai sumber kehidupan. Budaya yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan adat istiadat secara turun temurun. Semua itu tidak lepas dari ilmu pengetahuan, sebagai contoh proses berfikir yang dipengaruhi oleh agama atau kepercayan, politik, bahasa, pakaian, bangunan, dan seni. Budaya tersebut merupakan cinta dan rasa yang dimiliki oleh manusia.

Dari definisi pengertian budaya itulah maka akan mengembangkan suatu literasi. Melalui budaya literasi, masyarakat yang awalnya tidak tahu apa-apa mengenai ilmu pengetahuan akan menjadi lebih tahu dan paham terkait informasi yang jauh lebih luas. Jika budaya literasi mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka akan membuka wawasan disegala macam bidang. Oleh karena itu, perwujudan budaya literasi sangat diperlukan untuk bangsa ini menjadi lebih baik lagi.

Literasi merupakan keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca sebagai proses dalam melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis, hingga pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan suatu karya baru. Sedangkan jika ditilik dari bahasa Inggris disebut sebagai literature yang memiliki arti kesusteraan. Jika pengertian tersebut digabungkan, maka definisi budaya literasi memberikan suatu pengertian mengenai kualitas dan kemampuan melek huruf atau aksara yang didalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Tidak hanya itu, makna dari literasi sendiri juga mencakup melek visual yang artinya memiliki kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual. Visual merupakan media yang mencakup adegan, video dan juga gambar. Pengertian tersebut didukung oleh Education Development Center (EDC). EDC menyakatan bahwa kemampuan individu akan lebih baik jika mampu menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya.

Menurut UNESCO, budaya literatur merupakan pembangunan jiwa seseorang mengenai makna litersi yang dipengaruhi oleh penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai budaya dan juga pemahaman. Pemahaman yang diciptakan dari literasi berupa seperangkat keterampilan nyata, khususnya keterampilan kognitif membaca dan juga menulis. Semua itu tidak terlepas dari konteks dimana diperoleh keterampilannya serta siapa yang memberikan konteks tersebut.

Jadi, penggabungan budaya literasi melalui cara pandang masyarakat harus mengutamakan suatu sikap dalam banyak menulis dan membaca sebagai terobosan baru dalam kebiasan sehari-hari. Pihak dari UNESCO memiliki sebuah uraian mengenai kemampuan literasi yang pada hakikatnya merupakan hak setiap individu untuk menjadi hak dasar dalam kegiatan belajar sepanjang hayat. Kemampuan literasi dapat memberdayakan serta meningkatkan kualitas individu, keluarga dan masyarakat. Hal tersebut didasari dengan sifatnya yang “Multiple Effect” dengan arti akibat untuk ranah yang luas. Kemampuan literasi mampu membantu memberantas kemiskinan, mengurangi angka pertumbuhan penduduk, menumbuhkan sebuah jaminan dalam pembangunan berkelanjutan demi terwujudnya suatu perdamaian. Jika budaya literasi dibangun didalam diri masing-masing individu, maka akan membuat angka masyarakat buta huruf menjadi musnah. Melalui budaya membaca dan menulis itulah maka akan membuka suatu konsep dan tatanan baru dalam meningkatkan ide serta kreativitas masyarakat. Ide dan kreativitas itulah yang akan menciptakan sebuah gagasan baru untuk kemajuan kualitas bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Potret Buram
Dari sekian banyak dampak positif yang dihasilkan dari budaya literasi, namun nampaknya semua itu belum tertanam sepenuhnya didalam kehidupan masyrakat sesungguhnya. Mayoritas, masih memiliki sifat malas atau enggan untuk membaca buku. Padahal buku memiliki julukan sebuah jembatan ilmu. Jangankan untuk membaca, untuk membuka saja terkadang sebagaian masyarakat masih enggan. Padahal dari pengertian para ahli, buku walaupun kecil bentuknya, namun memiliki manfaat yang luar biasa, tidak hanya untuk diri sendiri namun juga untuk semua kalangan masyarakat. Lemahnya sarana dan prasarana dalam bidang pendidikan, nampaknya menjadi faktor utama yang menyebabkan peserta didik menjadi malas untuk membaca dan menulis. Hal tersebut dikarenakan persediaan buku sudah usam, sehingga kurang menarik perhatian, sedangkan kegiatan membaca membutuhkan adanya buku yang cukup dan bermutu serta eksistensi perpustakaan dalam menunjang proses pembelajaran. Faktor lain yang juga memengaruhi minat baca adalah adanya kurikulum yang tidak tertulis secara tegas dalam mencantumkan kegiatan membaca dalam suatu bahan kajian.

Tidak hanya dalam bidang pendidikan saja, budaya literatur yang mulai tehambat, nampaknya ada dalam bidang sosial budaya. Rendahnya dukungan dari keluarga dan lingkungan juga memengaruhi. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung, seperti banyak kalangan orang dewasa enggan memberikan suatu pengajaran mengenai pentingnya membaca dalam masyarakat, tidak membiasakan kalangan anak kecil lebih gemar membaca memahami konsep budaya literatur sebenarnya. Sikap dari orang tua nampaknya juga menjadi faktor utama dalam membangun karakteristik budaya literature. Orang tua yang digadang-gadang sebagai panutan atau contoh justru tidak memberikan pedoman yang baik mengenai membaca.

New solutions

Melihat pandangan masyarakat yang kurang mengenai budaya literature. Penulis memiliki sebuah gagasan baru untuk menjadikan masyarakat memiliki dan menumbuhkan minat baca seseorang kembali ada. Hal tersebut dapat diperoleh dengan menjadikan lingkungan tempat tinggal berkarakteristik sosial budaya literasi. Dalam perwujudan lingkungan berkarakteristik demikian, penulis memiliki sebuah gagasan dengan syarat kota sebagai berikut:

1. Diadakannya sebuah perpustakaan disetiap sudut desa atau kota.
a. Disana akan dibangun sebuah perpustakaan disetiap lokasi yang sering dan umum dikunjungi oleh masyarakat. Namun setiap perpustakaan memiliki jenis buku yang berbeda sesuai dengan umur setiap kalangan.

b. Jadi, misalnya perpustakaan A dibangun didekat taman bermain tempat berkumpulnya anak-anak kecil. Perpustakaan tersebut dipenuhi dengan buku berwarna menarik, dan buku untuk menulis. Sehingga perpustakaan unik untuk dikunjungi. Desain dari bangunannya akan memberikan suasana cerah seperti memberinya warna biru campuran merah muda dan lain sebagainya. Cara awal mengajak masyarakat usia dini mau untuk membaca adalah menciptakan lokasi strategis dan nyaman.

c. Selain itu, untuk perpustakaan B, bagi remaja dan usia produkif adalah menciptakan perpustakaan yang dipenuhi buku sesuai usia mereka seperti penciptaaan sebuah kerajinan tangan, menciptakan sebuah alat melalui karya ilmiah. Hal tersebut bertujuan agar inovasi dan kreativitas mereka menjadi terasah. Tidak hanya itu, perpustakaan ini juga dilengkapi dengan ruangan yang difokuskan untuk mengerjakan tugas dari sekolah ataupun universitas. Sehingga, ketika mereka akan menjalankan kewajibannya sebagai peserta didik, maka perpustakaan pun akan membantu mereka melalui lengkapnya buku yang sudah disediakan. Hal tersebut akan membuat minat baca kembali tumbuh. Perpustakaan bagi kalangan anak remaja bisa dibangun di tempat yang rindang, seperti taman kota. Hal tersebut dikarenakan anak muda banyaka yang menyukai suasana keasrian dan tenang.

d. Bagi kalangan orang dewasa, maka perpustakaan C akan memberikan persediaan buku mengenai bagaimana sikap orang tua mendidik anak agar rajin membaca, bagaimana posisi orang tua dalam menjalankan kewajibannya sebagai contoh bagi kalangan anak muda, langkah awal dalam membuka usaha dan lain sebaginya. Perpustakaan yang dispesifikan untuk orang dewasa dibangun di tempat pusat pedesaan atau perkotaan.


2. Selain diciptakannya sebuah perustakaan dengan tampilan yang menarik disetiap sudut kota. Maka perpustakaan itupun akan mengadakan sebuah proker perpustakan keliling atau perpustakaan bergerak yang mengelilingi kota. Perpustakaan bergerak ini akan menyediakan berbagai macam jenis buku dari setiap kalangan. Jadi, bagi warga yang tidak bisa berkunjung ke perpustakaan pusat. Namun masih mampu membaca dengan memanfatkan perpustakan keliling tersebut.

3. Diadakannya sebuah pertunjukan
Setiap satu atau dua minggu sekali. Tiap perpustakaan diwajibkan untuk membuat suatu pertunjukan sesuai dengan apa yang telah mereka pelajari dan baca.
Misalnya untuk anak usia dini, mereka diwajibkan untuk menampilkan satu pertujukan entah drama dari negeri dongeng seperti Cinderella. Hal tersebut bertujuan untuk memupuk keberanian mereka.

Bagi usia remaja, maka diwajibkan untuk mempraktekan sesuai apa yang telah mereka baca. Misalnya penciptaan sebuah inovasi baru mengenai pembuatan karya tulis ilmiah dalam penciptakaan suatu produk baru dan seni kerajinan lainnya. Untuk komunitas orang dewasa, boleh memberikan pertunjukan sesuai dengan usianya, seperti mempraktekan langkah awal membuka usaha memasak bagi kalangan ibu-ibu. Pada pertunjukan itu, semua warga boleh mencicipi makanan yang sudah dibuat.

4. Diadakannya sebuah buku 3 dimensi
Buku dengan karakteristik 2 dimensi cenderung banyak yang bosan, oleh karena itu perpustakaan ini pun akan menciptakan sebuah buku 3 dimensi untuk semua kalangan sebagai usaha menarik minat baca. Walaupun buku yang diciptakan menggunakan model 3 dimensi, namun tetap memuat pembahasan didalam bukunya, sehingga mampu disajikan menjadi lebih nyata dan menarik. Oleh karena itu masyarakat akan semakin berminat untuk mengembangkan seni literasi.

Epilog
Dengan adanya penciptaan kondisi lingkungan sosial budaya yang strategis seperti ini, maka akan membuat masyarakat lebih berminat berkunjung ke perpustakaan untuk membaca dan menggali inovasi mereka.



Emilia Rosa
Anggota UKM Penalaran dan Kreativitas


#Penalaran
#Kreativitas
#RuangK3
#Literasi

Selasa, 04 April 2017

MEMBANGUN BUDAYA LITERASI KELOMPOK PROFESI


[Ruang "Kritis, Kreatif, & Konstruktif"]


MEMBANGUN BUDAYA LITERASI KELOMPOK PROFESI


Manusia selain sebagai makhluk individu juga disebut sebagai makhluk sosial. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lain. Selanjutnya interaksi ini berbentuk kelompok. Kelompok-kelompok ini kadang mengerucut dengan kemampuan individu masing-masing. Seperti kelompok profesi yang ada dalam masyarakat.

Pengertian literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre dan kultural.

Istilah literasi atau dalam bahasa Inggris literacy berasal dari bahasa Latin literatus, yang berarti "a learned person" atau orang yang belajar. Dalam bahasa Latin juga dikenal dengan istilah littera (huruf) yang artinya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Membudayakan atau membiasakan untuk membaca dan menulis itu perlu proses jika memang dalam suatu kelompok masyarakat kebiasaan tersebut memang belum ada atau belum terbentuk.

Ada banyak cara untuk membentuk budaya dengan metode DMB (Dekat, Murah, Bermanfaat)
1. Dekat yang bermakna bahwa buku atau bacaan mudah diakses tanpa membutuhkan waktu yang banyak untuk menjangkaunya.
2. Murah yang bermakna bahwa buku tersedia ramah kantong masyarakat atau bahkan gratis.
3. Bermanfaat yang bermakna bahwa buku yang dibaca mengandung umpan balik kepada pembaca. Bermanfat disini bisa diartikan bahwa pembaca dapat mengimplementasikan apa yang dibaca dalam kelompoknya.

Namun sebenarnya tidak cukup melakukan tiga langkah tersebut, masih ada penjabaran yang mendetail mengenai langkah-langkah tersebut. Tidak sekedar bagaimana penyediaan fasilitas, namun pendekatan kepada kelompok-kelompok masyarakat dan menjalin hubungan sehingga mampu mempengaruhi masyarakat sangat penting guna menyukseskan gerakan literasi ini. Hubungan yang baik antar masyarakat dapat terbentuk jika ada komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik dapat terjalin jika pendekatan pada masyarakat dilakukan secara baik dan berkelanjutan. Disini merupakan tantangan, bawasanya membuat sesuatu berjalan secara berkesinambungan bukanlah hal yang mudah namun harus benar-benar memiliki niat yang kuat dalam gerakan literasi ini. Ketika komunikasi sudah berjalan dengan baik maka dimasukkan budaya baru yaitu budaya membaca kepada kelompok-kelompok yang ada di kalangan masyarakat.

Pendekatan kepada kelompok-kelompok yang dimaksudkan disini adalah pendekatan kepada kelompok-kelompok profesi yang ada di masyarakat. Seperti kelompok Tani, Kelompok Guru, Kelompok Nelayan dan kelompok-kelompok kerja lainnya. Komunikasi yang dimaksudkan adalah bagaimana memunculkan budaya baca yang berguna atau bermanfaat pada kelompoknya, seperti pendekatan kepada Kelompok Tani maka yang harus dimunculkan adalah budaya membaca di bidang Pertanian, bagaimana pengolahan pertanian, pemberantasan hama dan budidaya mikroba pertanian. Pendekatan kepada kelompok nelayan juga harus menggunakan komunikasi yang tepat dan buku yang dimunculkan harus bisa mengatasi masalah dalam hal perikanan nelayan. Dan sama bagaimana pendekatan kepada kelompok lain yaitu dengan asas apa yang dibaca itu yang bisa dia panen. Mesikpun hanya menumbuhkan budaya dalam waktu itu saja dan dalam lingkup yang sempit, namun perubahan ini bisa menjadi tolak ukur berkembangya budaya literasi dalam masyarakat. Perubahan akan terjadi tidak langsung dalam skala besar namun tahap demi tahap dalam prosesnya. Ini juga dapat ditunjang dengan pemilihan buku yang tepat dan penerapan ketiga metode tersebut akan bisa menumbuhkan keinginan untuk membaca.

Karena era modern ini menumbuhkan pemikiran bahwa apa yang dilakukan harus berguna untuk dirinya. Seperti kelompok nelayan yang membaca buku tentang pengelolaan hasil perikanan yang dapat mengubah hasil tangkapannya dan metode pengelolaannya sehingga menambah pendapatan nelayan tersebut.

Setelah melakukan tahapan pendekatan dan komunikasi dalam kelompok pada masyarakat ini, langkah selanjutnya adalah tahapan pengembangan budaya membaca, sehingga budaya membaca tidak hanya berhenti setelah proses pendekatan yang pertama namun budaya membaca dapat terjalin secara berkelanjutan bahkan dapat ditularkan atau diwariskan kepada anak dari masyarakat dalam kelompok tersebut. Pembentukan perpustakan dalam kelompok juga seharusnya dapat diselenggarakan guna menyimpan buku dan bisa jadi tempat berkumpul pembaca kelompok, menghindari buku yang tercecer dan memudahkan proses perawatan buku. Dan juga pendekatan agar berhasil dan menghasilkan suatu budaya yang berkesinambungan maka dapat dilakukan tigal hal ini yaitu :

Sosialiasi : Penyampaian niatan dan kegiatan yang akan disediakan untuk masyarakat, tata cara akses buku, aturan dan kebijakan yang akan menyertai, dan semua apa yang bisa dimanfaatkan masyarakat.
Partisipasi : Keterlibatan masyarakat secara aktif di setiap kegiatan, termasuk kemungkinan menjadi donatur bagi keberlangsungan budaya literasi yang berkembang pada kelompok masyarakat.
Silaturahmi : Menjalin keakraban antar masyarakat dan tokoh masyarakat, tidak saja untuk sosialisasi tapi untuk keperluan lainnya, memahami karakter masyarakat, mendapatkan dana, mendapatkan dukungan, dan banyak yang bisa dilakukan saat silaturahmi.

Indonesia akan menjadi negara dengan minat baca tinggi, jika hal kecil seperti ini dilakukan. Menumbuhkan minat baca masyarakat sama halnya membangun negeri secara intelektual, membangun negeri secara intelektual merupakan kunci besar suatu negara seperti negara Jepang yang pernah mengalami serangan bom pada dua kota besarnya, setelah tragedi bom berlangsung pemerintah jepang bukanlah mempertanyakan berapa bangunan yang habis ataupun berapa juta kerugian yang diperoleh namun berapa jumlah guru yang masih selamat. Jadi disini Jepang membangun negaranya bukan melaui infrastruktur namun melalui pembangunan intelektual pada masyarakatnya. Ketika minat baca dan tulis ataupun gerakan literasi ini berhasil meskipun dalam lingkup kelompok setidaknya orang yang terlibat dalam literasi ini menjadi orang hebat di bidangnya. Petani menjadi petani yang berkualitas, nelayan menjadi nelayan yang bisa mengelola kuantitas dan guru menjadi guru yang memiliki integritas. Jadi negara ini akan menjadi negara yang hebat jika semua orang dapat berkembang dan berkompeten dalam bidang yang ditekuni. Salam Literasi!

Ifnu W.D.P
Anggota UKM Penalaran dan Kreativitas

#Penalaran
#Kreativitas
#RuangK3
#Literasi

Rabu, 14 Desember 2016


OPEN RECRUITMENT
GERAKAN UPN MENGAJAR


Sebagian masyarakat Indonesia saat ini mengidap penyakit ‘mentalitas inlander’ yang rendah diri, pasrah terhadap keadaan, dan ‘mentalitas amtenar’ yang obsesif terhadap hirarki, gila hormat dan sifat-sifat ‘asal bapak senang’. Sistem sosial tersebut terjadi akibat penjajahan yang dialami oleh bangsa ini sebelum kemerdekaan dicapai. Praktik kolonialisme tersebut didorong oleh sistem kapitalisme untuk menguasai ekonomi politik negara-negara dunia ketiga. Atmosfer kemerdekaan dirasa tak cukup untuk mengikis mentalitas yang demikian, karena pada faktanya sekarang ini sebagian besar masyarakat Indonesia masih bermental ‘inlander’ dan ‘amntenar’. Kegagalan kita dalam membangun kehidupan berbangsa dan tata kelola pemerintahan yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan, merupakan akibat masih berlakunya sistem ekonomi neokolonian yang menyebabkan mentalitas ‘inlander’ dan ‘amtenar’ tetap awet pada jiwa masyarakat Indonesia. Karena, pada hakikatnya, mentalitas yang demikian tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan yakni ‘duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi’. Selama mentalitas ini masih menghinggap sebagian besar masyarakat Indonesia, maka bangsa ini tak bisa mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan yang sesuai dengan cita-cita bangsa ini. Karena perubahan membutuhkan syarat, yakni syarat objektif dan syarat subjektif.

Syarat objektif ialah kemuakan masyarakat secara umum atas kehidupan sosialnya yang menindas dan timpang, terhadap disfungsinya aparatur negara dalam mengelola kehidupan masyarakatnya. Sedangkan syarat subjektif ialah adanya kesadaran atau mentalitas manusianya untuk menuju perubahan itu sendiri. Jika kedua syarat tersebut tak berjalan berkelindan, tak dapat dipenuhi secara bersamaan, maka perubahan tak akan pernah tercapai. Artinya, selama bangsa Indonesia tak mampu memenuhi kedua syarat tersebut, maka ia tak akan pernah mencapai sesuatu apa yang di cita-citakannya. Untuk memenuhi syarat subjektif, pendidikan merupakan instrumen yang tepat, karena ia berhubungan dengan agenda pembangunan kesadaran manusia. Ia merupakan agen internalisasi nilai-nilai, yang nantinya akan membentuk watak dan mental.

Pendidikan dalam hal ini, haruslah mampu mengikis mental yang rendah diri, pasrah dan sikap ‘asal bapak senang’ untuk mencapai masyarakat yang adil dan egaliter. Karena tak dapat dipungkiri, pendidikan kita saat ini masih bercorak konvensional, yang hanya membentuk siswa menjadi pasif, tunduk, dan jauh dari keberanian berpikir kritis. Pendidikan yang demikian hanyalah memperkokoh penindasan manusia atas manusia, menguntungkan penguasa yang hendak mempertahankan kekuasaannya. Sehingga, pendidikan bukannya menjadi wadah pembebasan melainkan hanyalah penghambat perubahan dan kemajuan. Pendidikan kita yang demikian, telah membiasakan masyarakat kita hanya menerima saja patokan-patokan dari atas, sehingga masyarakat kita terbiasa hanya menunggu perintah dan penurut tanpa inisiatif dan koreksi kritis. Hal ini membuat bangsa kita sulit bersaing sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia internasional.

Pendidikan sebagai agenda revolusi mental, haruslah mampu membebaskan siswa dari belenggu yang
menghambat dirinya untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri. Artinya, pendidikan haruslah mampu menciptakan insan-insan manusia yang berjiwa merdeka. Pendidikan yang mampu menghancurkan mentalitas terjajah yang rendah diri, menjadi mentalitas yang berani berdiri di atas kakinya sendiri. Mengubah mentalitas penurut menjadi spirit Cogito Ergo Sum (Aku berfikir maka Aku Ada). Pendidikan yang mendidik siswanya untuk berani berfikir kritis, tidak hanya ‘membebek’ dan menjadi individu-individu yang progresif. Dengan itu, pendidikan merupakan ‘katalisator’ yang mempercepat perubahan ke arah yang lebih baik, yang mampu menghancurkan mentalitas yang menghambat perubahan dan kemajuan .

Namun, ketidak-merataan pendidikan saat ini menjadi tantangan tersendiri bagi kaum intelektual (baca:Mahasiswa), dimana sebagai kaum muda yang memiliki kesempatan untuk menikmati buah pendidikan yang lebih tinggi harus mampu menjawab serta mewujudkan pendidikan yang pada 'hakikatnya' harus bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa memandang kelas ekonominya. Oleh karena itu dalam menjawab tantangan tersebut, UKM Penalaran dan Kreativitas sebagai wadah kegiatan mahasiswa UPN "Veteran" Jawa Timur, menghimbau dan menyerukan kembali semangat mahasiswa dalam mengimplementasikan disiplin ilmunya sebagai wujud nyata dalam hal Pengabdian Masyarakat, melalui "Gerakan UPN Mengajar" dengan tema: Mewujudkan Esensi Mahasiswa Dengan Mendidik Tunas Bangsa Demi Pemerataan Pendidikan. 

Open Recruitmen volunteer muda "Gerakan UPN Mengajar" akan dilaksanakan pada:

Hari: Senin-Jumat
Tanggal: 12-16 Desember 2016

Dengan cara: 
1. Mengisi Formulir pendaftaran offline dengan menghubungi Contact Person, atau secara online melalui link berikut: https://goo.gl/forms/XHfkcy6BYzR2mBaD2
2. Mengumpulkan fotocopy KTM (2 lembar) dan cetak KHS (bagi mahasiswa 2016, cetak KRS) dengan menghubungi Contact Person
3. Melampirkan surat persetujuan/ijin dari orang tua

Fasilitas dan keuntungan mengikuti Volunteer Muda "Gerakan UPN Mengajar 2016, yaitu:
1. Menunjukkan konsistensi, eksistensi, dan esensi mahasiswa aktif UPN "Veteran" Jawa Timur sebagai Kampus Bela Negara kepada Masyarakat Luas
2. Mengaplikasikan Konsep Bela Negara dengan berlandaskan di Bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi pada point ke 3 yaitu Pengabdian Masyarakat dalam Bidang Pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
3. Mendapatkan pelatihan dan pembekalan sebelum menjadi Volunteer Muda "Gerakan UPN Mengajar" 2016
4. Mendapatkan ilmu soft skill baik dalam bidang sosial maupun menambah wawasan secara luas
5. Berperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan juga ikut mengabdi, berbakti untuk membangun negeri kedepan agar semakin baik
6. Mendapatkan sertifikat untuk menambah point dalam skpm guna dapat memenuhi syarat untuk mengikuti pkl
7. Menjadi bagian dari Keluarga Mahasiswa UPN "Veteran" Jawa Timur yang peduli

Come Join Us!!!




Fb: UKM Penalaran dan Kreativitas
Twitter: @UKMPdanK
Ig: @ukmpdank_upnjatim
Email: penalarankreativitas.upnjatim@gmail.com


Selasa, 13 September 2016

PANDUAN MENULIS ESSAY

PENULISAN ESSAY

Essay adalah sebuah tulisan yang mengandung opini, pandangan, atau ekspresi pribadi mengenai sebuah hal yang sedang berlangsung di masyarakat. Essay sebagai satu bentuk karangan dapat bersifat informal dan formal. Essay informal mempergunakan bahasa percakapan, dengan bentuk sapaan saya dan seolah-olah ia berbicara langsung dengan pembaca. Adapun essay yang formal pendekatannya serius. Pengarang mempergunakan semua persyaratan penulisan.
Untuk pembuatan essay dibutuhkan tahapan – tahapan yang sistematis sehingga essay terstruktur. Langkah – langkah pembuatan essay adalah :

1.    DEFINISIKAN PERTANYAAN, ANALISIS PERMASALAHAN DAN SOLUSI YANG DITAWARKAN
Dalam tahap ini, penulis harus mampu memahami maksud dari pertanyaan dengan baik. Identifikasi kata-kata kunci yang terkandung di dalam pertanyaan yang diberikan tersebut, lalu analisis apa kira-kira jawaban yang diinginkan atas permasalahan tersebut.

2.    LAKUKAN PENELITIAN MENGENAI TOPIK 
Jika bisa, mulailah membaca untuk keperluan essay 4 sampai 5 minggu sebelum penulisan. Tahap ini akan memberikan waktu yang cukup untuk mempelajari topik sekaligus mengembangkan argumen. Ingatlah untuk membaca sesuai kebutuhan, tanyalah diri sendiri :
”Apakah bacaan ini bermanfaat bagi topik atau argumen saya?”
”Apakah ini dapat mendukung jawaban saya?”
”Apakah saya harus membaca hal-hal lainnya agar dapat menjawab pertanyaan dari essay?”

3.    MENCATAT
       Sangat penting untuk mencatat seluruh referensi dari buku yang dibaca.
       Ketika sedang mencatat, perhatikan perbedaan antara merangkum dan memfrase ulang. Memfrase ulang dan merangkum dapat berguna sebagai alternatif dalam menggunakan kutipan-kutipan langsung. Memfrase ulang yaitu mengulang bagian paling banyak dari sebuah bacaan, sedangkan rangkuman hanya berisi poin-poin utama. Dalam kedua hal, bagaimanapun, Anda harus mereferensikan informasi tersebut ke pengarang aslinya.
       Kaji catatan yang sudah dibuat untuk mengidentifikasi adanya bagian-bagian catatan yang terlewati.

4.    MENYUSUN IDE DAN MENULIS ESSAY
Dalam tahap ini, yang terpenting adalah untuk memulai menyusun catatan ke dalam suatu bentuk jawaban. Putuskan data mana yang akan digunakan. Hasil kajian catatan tadi, harus ditunjang contoh-contoh yang dapat mendukung atau memperkuat jawaban permasalahan. Tentukan poin mana yang akan dibahas terlebih dahulu dan selanjutnya. Tulis poin - poin yang telah ditentukan sebelumnya lalu buat rancangan kasar untuk pembuatan essay. Buatlah kerangka tulisan untuk melihat apakah sttuktur dari essay sudah sesuai atau belum. Susunlah essay anda dalam cara yang paling efektif untuk mengkomunikasikan ide dan jawaban-jawaban permasalahan.
            Seluruh essay sebaiknya menyertakan struktur sebagai berikut :
a.     Pendahuluan
Pendahuluan adalah bagian dimana menjawab pertanyaan dan menyediakan rangkuman dari isi argumen. Ceritakan pada pembaca apa argumen yang akan dicetuskan dan kenapa argumen itu adalah jawaban yang tepat. Buatlah pendahuluan singkat dan padat, serta tampilkan semua ide di dalamnya.
b.     Isi
Isi adalah bagian dimana untuk menjawab pertanyaan dengan cara mengembangkan argumen-argumen selanjutnya. Disini dapat dikeluarkan seluruh pengetahuan dan informasi yang dimiliki berkaitan dengan jawaban. Gunakan contoh - contoh yang relevan serta kutipan - kutipan untuk mendukung argumen. Sangat penting untuk menyusun struktur isi sebaik mungkin. Jika pertanyaan yang ada terdiri dari beberapa bagian, perlulah membuat susunan isi yang berkaitan dengan setiap bagian dari pertanyaan tersebut.
c.     Kesimpulan
Kesimpulan harus merujuk pada bagian pendahuluan serta menunjukkan bahwa itu telah menjawab pertanyaan yang ada. Sambungkan kembali dengan argumen - argumen dan kaitkan jawaban ke pertanyaannya.


YUK, MENULIS ESSAY!!!

SUKSES ORGANISASI !!!  SUKSES PRESTASI !!!

Senin, 22 Agustus 2016

UPN MENGAJAR


Penyebaran fasilitas pendidikan yang kurang merata merupakan sebuah fenomena yang patut diperhatikan. Mengingat pendidikan merupakan cita-cita bangsa yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan tingginya cita-cita bangsa tersebut, berbagai sarana dan prasarana penunjang pendidikan tentunya menjadi sebuah sorotan yang penting dalam dunia pendidikan, khususnya di era globalisasi yang semakin berkembang setiap harinya.

Keberadaan program wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah menjadi sebuah momok besar bagi wilayah-wilayah yang minim akses pendidikan, bahkan tidak sedikit wilayah yang masyarakatnya tidak pernah menanamkan pendidikan formal sebagai sebuah pendidikan wajib dalam hidup mereka. Hal ini merupakan sebuah kontradiksi yang menyedihkan dari sebuah mimpi besar bangsa Indonesia. Sebuah harapan besar yang sebenarnya merupakan kewajiban seluruh bangsa Indonesia untuk mewujudkannya.

Gerakan UPN Mengajar dibentuk dalam rangka memaksimalkan peran mahasiswa sebagai orang terdidik yang memiliki kewajiban untuk mendidik. Bagi masyarakat di daerah yang bisa dibilang kurang adanya akses pendidikan untuk mereka. pendidikan jelas menjadi sesuatu hal yang ekslusif dan sulit untuk didapatkan. Pendidikan bukanlah barang murah yang dapat dengan mudah dirasakan oleh seluruh masyarakat. Keterbatasan fasilitas pendidikan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya fenomena tersebut. Selain itu, minimnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan juga berpengaruh besar terhadap keinginan masyarakat untuk bersekolah dan menyekolahkan anak cucu mereka hingga memperoleh pendidikan tinggi.

Gerakan UPN Mengajar ini merupakan salah satu jalan yang dapat ditempuh oleh mahasiswa untuk menginspirasi dan memotivasi masyarakat, guru, orangtua, dan peserta didik di lokasi aksi agar memiliki cita-cita yang tinggi untuk berpendidikan dan bersekolah tinggi. Melalui Gerakan UPN Mengajar mahasiswa dapat berkontribusi dalam meninggkatkan angka partisipasi, angka melanjutkan sekolah, serta memberantas buta huruf di Indonesia. Langkah-langkah kecil inilah yang diharapkan dapat menuju sebuah perubahan besar bagi Indonesia yang lebih baik.

COME JOIN US ... !!!

PROFIL UKM PENALARAN DAN KREATIVITAS


UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Penalaran dan Kreativitas UPN "Veteran" Jawa Timur adalah salah satu UKM di UPN "Veteran" JATIM yang memfasilitasi minat mahasiswa di bidang penalaran, inovasi dan sosial kemasyarakatan. UKM Penalaran dan Kreativitas adalah salah satu fasilitas bagi mahasiswa untuk dapat mengembangkan kreatifitas di lingkup pewujudan analisa, ide dan berbagai gagasan solutif dalam menyambung kehidupan bangsa dan negara serta perwujudan bentuk bela negara dengan mengadakan sebuah forum sosial sebagai perwujudan ide dan gagasan dalam bentuk UPN Mengajar sebagai sarana mencerdaskan anak bangsa. 

Sebagai wadah pengembangan potensi mahasiswa di bidang ilmu pengetahuan, inovasi, nalar mahasiswa dan sosial kemasyarakatan. Organisasi ini berusaha untuk berperan serta dalam membentuk dan mengarahkan serta mengembangkan para pemikir dan pejuang masa depan bangsa dalam rangka membentuk idealisme mahasiswa melalui pemikiran dari pola pikir yang lebih logis, ilmiah dan berkualitas yang di imbangi dengan semangat kejuangan sebagai bentuk Bela Negara.

Mahasiswa sebagai objek konkret dalam mengisi dan keberlanjutan UKM Penalaran dan Kreativitas UPN "Veteran" JATIM, diharapkan dapat melangsungkan keberlanjutan perkembangan bakat nalar terpendam mereka dalam memenuhi peran dan fungsi yang telah mereka sandang yakni mahasiswa sebagai Agent of Change, Social Control dan Iron Stock serta Moral Force dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai bentuk pengabdian dan Bela Negara